Senin, 13 Maret 2017

MODALITAS FISIOTERAPI

ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN
MODALITAS FISIOTERAPI

1. SHORTWAVE DIATHERMY (SWD)




Pengertian SWD
Terapi panas penentrasi dalam dengan menggunakan gelombang elektromagnetik frekuensi 27,12 MHz, panjang gelombang 11 m.
Tujuan Pemberian SWD
Memperlancar peredaran darah, mengurangi rasa sakit, mengurangi spasme otot, membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak, mempercepat penyembuhan radang.
Penempatan/susunan elektroda
• Kontraplanar ; paling baik, penentrasi panas kejaringan lebih dalam, dipermukaan berlawanan dengan bagian terapi.
• Koplanar : elektroda berdampingan disisi sama dgn jarak elektroda adequat, pemanasan superficial, jarak antara ke2 elektroda >> lebar drpd elektroda
• Cross fire treatment ; ½ terapi diberikan dgn elektroda 1 posisi, ½ terapi diberikan elektroda posisi lain, pemanasan jaringan dlm seperti untuk organ pelvis
• Monoplanar : elektroda aktif diatas satu lesi, bila yang dituju local & dangkal

Indikasi SW
Kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pd musculoskeletal), adanya keluhan nyeri pd sistem musculoskeletal (kodisi ketegangan, pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak), persiapan suatu latihan/senam (untuk gangguan pada sistem peredarah darah)

Kontraindikasi SWD
Keganasan, kehamilan, kecendrungan terjadinya pendarahan, gangguan sensibilitas, adanya logam di dalam tubuh, lokasi yang terserang penyakit pembuluh darah arteri.

Teknik aplikasi SWD
Pre pemanasan alat 5-10 menit, jarak antara elektroda dengan pasien 5-10 cm/1 jengkal, durasi 15-30 menit, intensitas sesuai dengan aktualitas patologi, posisikan pasien senyaman mungkin, terbebas dari pakaian dan logam, tes sensibilitas, pasang elektroda, pasien tidak boleh bergerak, intensitas dipertahankan sesuai dgn toleransi pasien.

2. MICROWAVE DIATHERMY (MWD)



Pengertian MWD
Suatu aplikasi terapeutik dengan menggunakan gelombang mikro dlm bentuk radiasi elektromagnetik yg akan dikonversi dalam bentuk dengan frekuansi 2456 MHz dan 915 MHz dengan panjang gelombang 12,25 arus yang dipakai adalah arus rumah 50 HZ, penentrasi hanya 3 cm, efektif pada otot

Indikasi MWD
Selektif pemanasan otot (jaringan kolagen), spasme otot (efektif untuk sendi Inter Phalangeal, Metacarpal Phalangeal dan pergelangan tangan, Rheumathoid Arthritis dan Osteoarthrosis), kelainan saraf perifer (neuralgia neuritis)

Kontraindikasi MWD
Adanya logam, gangguan pembuluh darah, pakaian yang menyerap keringat, jaringan yang banyak cairan, gangguan sensibilitas, neuropathi (timbul gangguan sensibilitas dan diabetes melitus), infeksi akut, transqualizer (alat pada pasien dengan gangguan kesadaran), sesudah rontgen (konsentrasi EM berkelebihan), kehamilan, saat menstruasi.

Efek fisiologis yang ditimbulkan dari pemberian MWD
Terjadinya perubahan panas ; yang sifatnya lokal jaringan yang meningkatkan metabolisme jaringan lokal, meningkatkan vasomotion sehingga timbul homeostatik lokal yang akhirnya menimbulkan vasodilatasi. Perubahan panas secara general yang menaikkan temperatur pada daerah lokal.

Teknik aplikasi MWD:
• Persiapan alat, tes alat, pre pemanasan 5-10 menit, jarak <10cm dari kulit • persiapan pasien : bebaskan dari pakaian dan logam, posisikan pasien senyaman mungkin, tes sensibilitas, jarak 5-10 cm, durasi 20-30 menit. alat 2456MHz, frekuensi terapi 3-5 x/minggu, intensitas 50-100 watt (toleransi pasien), dosis intensitas ditentukan oleh aktualitas patologi (aktualitas rendah : thermal, aktualitas sedang : subthermal, aktualitas tinggi : a thermal)



3. ULTRASOUND (US)



Pengertian US
Terapi dgn menggunakan gelombang suara tinggi dgn frek 1 atau 3 MHz (>20.000 Hz).

Tujuan pemberian US
Mengurangi ketegangan otot, mengurangi rasa nyeri, memacu proses penyembuhan collagen jaringan (dipilih untuk jaringan kedalaman < dari 5 cm) Penentrasi terdalam dlm setiap media: • Tulang : penentrasi 7 mm pada frekuensi 1 MHz • kulit : penentrasi 36 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 12 mm • tendon : penentrasi 21 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 7 mm • Otot : penentrasi 30 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 7 mm • Lemak : penentrasi 165 mm pada frekuensi 1 MHz, pd 3 MHz 55 mm • 3 MHz penentrasi : 1/3 dari frek 1 MHz • intensitas terapi : kontinu. intensitas rendah <0,3 W/cm², intensitas sedang 0,3-1,2 W/cm², intensitas kuat 1,2-3W/cm². untuk efek terapeutik 0,7-3 MHZ. • Frekuensi : untuk kasus pada kondisi subakut à waktu 3 menit, pengulangan 1x1hari, sehari 10x. Untuk kasus pada kondisi kronik à waktu 5-10 menit, pengulangan 1x1 hari atau 1x2 hari, sehari 12-18x. Metode US A. Kontak langsung : paling banyak digunakan ; perlu adanya media coupling (Gel, water oil, pasta analgetik, water). Syarat media coupling à harus steril, tidak terlalu cair, tidak terlalu mudah diserap tubuh, tidak menimbulkan flek/pekat. B. Kontak tidak langsung : sub aqual (dalam air) à di dalam air, hal ini dilakukan bila regio yang akan diterapi areanya kecil dan tidak rata permukaannya (trigger finger, Rheumathoid Arthtritis jari-jari. water pillow à kantong plastik/karet mengandung air, kontak dipermukaan tubuh tidak rata; medium antara sisi kantong – kulit, sisi kantong – tranduser. Teknik Aplikasi US • Sebelum terapi : lakukan assesment, tes sensibilitas, lokalisasi daerah terapi, tentukan metode (langsung/tidak langsung), beri penjelasan kepada pasien : “ bapak/ibu saya akan memberikan terapi Ultrasound nanti rasanya seperti dipijat dan sedikit hangat gunanya untuk memperbaiki jaringan yg rusak sehingga akan mengurangi nyeri” • Persiapan alat • Persiapan pasien Penatalaksanaan US • Berikan gel pada daerah yang akan diterapi • Ratakan gel dgn tranduser, nyalakan alat • Timer ditentukan dari = luas area dibagi dengan luas ERA • Intensitas ditentukan oleh aktifitas patologi : • aktivitas tinggi : dosis rendah (1-1,5 W/cm²) • aktivitas sedang : dosis sedang (1,5-2 W/cm²) • aktivitas rendah : dosis tinggi (2-3 W/cm²) • Intensitas/durasi : pada kondisi akut à intermiten ; pada kondisi kronik à continous • Ultrasound dengan air (untuk kasus sendi kecil dan permukaan tidak rata), penerapannya : Tidak langsung bersentuhan dengan air, jaraknya 1,5-2,5 cm • Untuk tranduser 1 MHz : penentrasi lebih dalam, tapi area konvergen 3x lebih kecil. Untuk tranduser 3 MHz : penentrasi lebih kecil tapi area konvergen 3x lebih besar. Efek US > Mekanis : menimbulkan efek micromassage -> dilatasi -> inflamasi
> Thermal : menimbulkan efek panas tranduser lebih kecil dimana panas ringan sampai 5 cm (deep) dan lebih dominan pada continue.
> Piezoelectric : perubahan muatan membran sehingga terjadi proses kimiawi di jaringan di sekitarnya
> Biologis : menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah à meningkatkan sirkulasi darah -> meningkatkan permeabilitas dan regenerasi jaringan à menimbulkan rileksasi otot sehingga akan mengurangi nyeri.

Indikasi US
kondisi peradangan dan traumatik sub akut dan kronik, adanya jaringan parut (scar tissue) pada kulit, kondisi ketegangan, pemendekan dan perlengketan jaringan lunak (otot, tendon, ligament). Kondisi inflamasi kronik ; oedema -> gangguan sirkulasi darah, contoh kasus yg termasuk indikasi Ultrasound : Rheumathoid Arthrosis, Osteoarthrosis Genu, Hernia Nucleus Pulposus, Low Back Pain, spasme cervical, tennis elbow, frozen shoulder.

Kontra indikasi US
jaringan yang lembut (mata, ovarium, testis, otak), jaringan yang baru sembuh, jaringan/granulasi baru, kehamilan, pada daerah yang sirkulasi darahnya tidak adekuat, tanda-tanda keganasan, infeksi bakteri spesifik.

4. Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS)




Pengertian TENS
> Transcutaneus Electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri
> Pada TENS mempunyai bentuk pulsa : Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectanguler, trianguler dan gelombang separuh sinus searah; biphasic bentuk pulsa rectanguler biphasic simetris dan sinusoidal biphasic simetris; pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran.
> Pulsa monophasic selalu mengakibatkan pengumpulan muatan listrik pulsa dalam jaringan sehingga akan terjadi reaksi elektrokimia dalam jaringan yang ditandai dengan rasa panas dan nyeri apabila penggunaan intensitas dan durasi terlalu tinggi.

Tujuan pemberian TENS
Memeilhara fisiologis otot dan mencegah atrofi otot, re-edukasi fungsi otot, modulasi nyeri tingkat sensorik, spinal dan supraspinal, menambah Range Of Motion (ROM)/mengulur tendon, memperlancar peredaran darah dan memperlancar resorbsi oedema

Frekuensi Pulsa
• Frekuensi pulsa dapat berkisar 1 – 200 pulsa detik.
• Frekuensi pulsa tinggi > 100 pulsa/detik menimbulkan respon kontraksi tetanik dan sensibilitas getaran sehingga otot cepat lelah
• Arus listrik frekuensi rendah cenderung bersifat iritatif terhadap jaringan kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi. Arus listrik frekuensi menengah bersifat lebih konduktif untuk stimulasi elektris karena tidak menimbulkan tahanan kulit atau tidak bersifat iritatif dan mempunyai penetrasi yang lebih dalam.

Penempatan Elektroda
• Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab nyeri
• Dermatome :Penempatan pada area dermatome yang terlibat, Penempatan pada lokasi spesifik dalam area dermatome, Penempatan pada dua tempat yaitu di anterior dan di posterior dari suatu area dermatome tertentu
• Area trigger point dan motor point

Indikasi TENS
Kondisi LMNL(Lower Motor Neuron Lesion) baru yang masih disertai keluhan nyeri, kondisi sehabis trauma/operasi urat saraf yang konduktifitasnya belum membaik, kondisi LMNL kronik yg sdh terjadi partial/total dan enervated muscle, kondisi pasca operasi tendon transverse, kondisi keluhan nyeri pada otot, sebagai irritation/awal dari suatu latihan, kondisi peradangan sendi (Osteoarthrosis, Rheumathoid Arthritis dan Tennis elbow), kondisi pembengkakan setempat yang belum 10 hari

Kontra Indikasi TENS
Sehabis operasi tendon transverse sebelum 3 minggu, adanya ruptur tendon/otot sebelum terjadi penyambungan, kondisi peradangan akut/penderita dlm keadaan panas

Prosedur TENS
• Tingkat analgesia-sensoris : frekuensi 50-150 Hz, durasi pulsa <200 (60-100) mikrodetik • Tingkat analgesia untuk rasa nyeri : frekuensi 150 Hz, durasi pulsa >150 mikrodetik
• Persipan pasien (kulit harus bersih dan bebas dari lemak, lotion, krim dll), periksa sensasi kulit, lepaskan semua metal di area terapi, jangan menstimulasi pada area dekat/langsung di atas fraktur yg baru/non-union, diatas jaringan parut baru, kulit baru.


5. PARAFIN BATH


Pengertian
Pengobatan panas superficial dgn modalitas rendaman hangat parafin.

Tujuan
Preliminary terhadap metoda intervensi lain (mobilisasi sendi, massage), memperlancar peredaran darah, mengurangi rasa sakit, menambah kelenturan jaringan perifer, lingkup gerak sendi, dipilih untuk tangan dan kaki.

Metode Aplikasi
> Metode Deep : mencelupkan kaki/tangan kedalam cairan parafin bath -> terbentuk permukaan parafin padat dan tipis yang meliputi kulit -> tarik kembali -> ulang 8-10x -> sampai terbentuk sarung tengan tebal (mengisolasi bagian tubuh terhadap kehilangan panas) -> bungkus dengan handuk kering untuk mempertahankan panas -> lama 15-20 menit -> setelah itu sarung tangan parafin dilepas
> Metode immersion : mencelupkan tangan/kaki secara terus-menerus kedalam cairan parafin -> terbentuk sarung tangan pada sekitar kulit -> lama 20-30 menit -> lebih efektif meningkatkan temperatur jaringan tapi resiko luka bakar
> Metoda breshing : dengan menggunakan kuas -> untuk area yang tidak dijangkau (pinggang, hip, pada regio yang besar)




6. ULTRA VIOLET (UV)

Pengertian
Pancaran gelombang elektromagnetik. Dengan panjang gelombang 1800A-4000A, dikelompokan : Far UV -> 1800-2900A, daya tembus -> stratum korneum; Near UV -> 2900-4000A, daya tembus -> stratum spinosum
> Upaya pengobatan modalitas sinar superficial dgn menggunakan sinar ultra violet gelombang panjang (UV B) atau gelombang pendek (UV A)
> UV A (3450-4000A) tanning (pewarnaan) dengan sedikit eritema kulit, immediate banyak terjadi, tidak semua orang tampak pada penyinaran 1 jam, hilang dalam beberapa hari
> UV B (2800-3150A): uremik pruritus, eritema kulit, terbakar
> UV C (1800-2800 A)
> Struktur kulit dari kulit paling luar ke dalam àlapisan dermis : stratum korneum/lapisan tanduk, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, stratum basale(pigmen); lapisan dermis : pars papilare & pars retikularis; Lapisan subkutis.

Tujuan Pemberian UV
Untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh, mempercepat penyembuhan luka terbuka, penyembuhan penyakit kulit tertentu
• Efek lokal
o Erytema, adalah kemerah-merahan pada kulit dan merupakan hal pertama yang dapat diobserfasi sebagai efek penggunaan UV. Eritema dicapai sekitar 24 jam kemudian, eritema merupakan hasil stimulasi reaksi inflamasi oleh sinar UV. UV dapat menyebabkan iritasi dan perubahan degeneratif pada jaringan epidermis. Stimulasi tersebut merupakan respon dilatasi kapiler, arterioler dan eksudasi (pengaliran cairan) pada jaringan.
o Pigmentasi à merupakan peningkatan pigmen melanin yg dibentuk oleh melanoblast yang berpindah kelapisan lebih superficial pada epidermis. UV dpt mempercepat produksi melanin melalui stimulasi produksi enzim tyrosinase pada melanoblast
o Desquamasi adalah pengelupasan sel-sel kulit mati yang terjadi pada jaringan kulit
o Pertumbuhan sel-sel epitel adalah peningkatan sebagai bagian dari proses perbaikan jaringan dimana sel-sel basal berpindah ke sel-sel diepidermis
• Efek antibiotik, merupakan efek destruktif akibat radiasi UV terhadap virus, bakteri dan organisme-organisme kecil pada permukaan kulit

Indikasi UV
radikal general -> penderita dengan kondisi tubuh rendah (alergi, asmatis, bronchitis), anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan aktivitas (anak premature, Cerebral Palsy)
Radiasi lokal -> penyakit kulit karena jamur, luka lama (decubitus), hipopigmentasi (bekas luka terbakar), acne vulvagaris

Kontra Indikasi UV
Penyakit yang akut (TBC, paru, dermatitis, exim), penderita yang sedang mendapat radioterapi, penderita alergis terhadap sinar UV, sensitiser (adanya kemungkinan penderita menjadi sensitive terhadap sinar UV setelah pengobatan dengan obat-obatan tertentu, misal : sulfa, insuline, thyroid extract, kinine, gold therapy

Derajat Eritema UV
- Derajat I : MED (Minimal Erytema Dosage), dosis UV yang dalam beberapa jam menyebabkan eritema minimal, dimana untuk menentukan dosis terapi, periode laten 6-8 jam, hilang 24-36 jam, iritasi berkurang & pengelupasan kulit berkurang
- Derajat II : 2,5 MED, periode laten 4-6 jam, menghilang 48-96 jam, sedikit iritasi dan pengelupasan kulit.
- Derajat III : 5 MED, periode laten 3-4 jam, menghilang 6-10 hari, panas, nyeri, oedem, pengelupasan kulit, mirip luka bakar, pigmentasi menambah
- Derajat IV : 10 MED, periode laten 2 jam, menetap selama beberapa hari, hilang sampai 2 minggu

Prosedur penggunaan UV
Dosis :
• Untuk radiasi general -> dosis : sub erytema, pengulangan 1x1 hari, 1 seri 12x
• Untuk radiasi lokal -> dosis E II pengulangan 3 hari 1x, E III pengulangan 3 minggu 1x, E IV pengulangan 2 minggu 1x

Teknik aplikasi
Sebelum terapi dilakukan tes MED (Minimal Erytema Dosage). Posisikan pasien senyaman mungkin, tutup semua bagian kecuali area yang akan di tes, bersihkan dulu dengan alkohol. Area yang akan diterapi diberi karbon hitam yang ada lobangnya, area lain ditutup rapat, untuk terapis pakai kacamata. Timer dlm detik, alat tegak lurus pd kulit, jarak lampu dari kulit 60-90 cm.

Sabtu, 04 Maret 2017

Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

  1. Pendahuluan
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) ialah jebolnya nukleus pulosus kedalam kanalis vertebralis akibat degeneratif annulus fibrosus korpus vertebra, yang mengakibatkan HNP pada tingkat lumbosakral yaitu gaya yang menekan pada discus ketika mengangkat benda dalam posisi membungkuk (mardjono dan sidharta 1988).
HNP lumbal merupakan salah satu  penyebab dari nyeri punggung bawah yang penting, prevalensinya berkisar antara 1 – 2% dari populasi. HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai discus intervertebralis L5 – S1 dan L4 – L5. Menurut sebuah survei finnish (Heliovaara et al. 1987a), herniasi discus atau sciatica tipical telah didiagnosa pada 5% laki – laki dan 4 % wanita. Insiden dari herniasi discus lumbal atau sciatica meningkat dengan jelas setelah umur 19 tahun sesuai dengan finish longitudinal Birth study (zitting et al 1998)
Kieffer dan cacayorin mendapatkan prevalensi HNP sebesar 10% dari seluruh pasien nyeri pinggang. HNP lumbosacral 90% terjadi didaerah L4 – L5 dan L5 – S1, sedangkan 10% sisanya terjadi didaerah L3 – L4. Hernia didaerah L4 – L5 dengan kompresi radiks L5 akan menimbulkan nyeri pinggang yang menjalar kedaerah posterolateral paha, sisi lateral betis dan tungkai bawah bagian lateral sampai dorsum pedis. Sedangkan pada hernia diskus L5 – S1 didapatkan nyeri tengah – tengah kedua pantat menjalar ke daerah belakang paha, betis sampai ke tumit.
Problem yang dialami oleh penderita HNP Lumbal ialah adanya nyeri yang sangat pada daerah lumbal dan sepanjang bagian paha belakang sampai kaki, adanya spasme otot, adanya rasa kesemutan, adanya kelemahan pada tungkai kaki, ROM terbatas dan adanya gangguan aktifitas fungsional sehingga menyebabkan gangguan pada rutinitas sehari – hari, terutama pada gerakan fleksi.
  1. Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) ialah jebolnya nukleus pulosus kedalam kanalis vertebralis akibat degeneratif annulus fibrosus korpus vertebra, yang mengakibatkan HNP pada tingkat lumbosakral yaitu gaya yang menekan pada discus ketika mengangkat benda dalam posisi membungkuk (mardjono dan sidharta 1988).
HNP kependekan dari Hernia Nucleus Pulposus, suatu gangguan akibat merembes atau melelehnya (hernia) lapisan atau bantalan permukaan ruas tulang belakang (nucleus pulposus) dari ruang antar ruas tulang (discus intervertebralis). HNP Pada bagian lumbal, 95% herniasi diskus terjadi pada L5 – S1 atau L4 – 5 kira – kira 4 % terjadi pada L3 – 4 dan hanya 1% pada L2 – 3 dan L1 – 2
HNP Lumbal (Hernia Nukleus Pulposus lumbal) yaitu : terdorongnya nucleus pulposus suatu zat yang berada diantara ruas-ruas tulang belakang sekitar lumbal biasanya Lumbal 4, lumbal 5 dan sacral 1, kearah belakang baik lurus maupun kearah kanan atau kiri akan menekan sumsum tulang belakang atau serabut-serabut sarafnya dengan mengakibatkan terjadinya rasa sakit yang sangat hebat.  Hal ini terjadi karena ruda paksa (trauma/kecelakaan) dan rasa sakit tersebut dapat menjalar ke kaki baik kanan maupun kiri (iskhialgia).  Adapun sebab lain yang perlu kita perhatikan adalah: tumor, infeksi, batu ginjal, dan lain-lain.  Kesemuanya dapat mengakibatkan tekanan pada serabut saraf.
  1. Anatomi Fisiologi
a. Tulang
Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sakrum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. (Cailliet 1981).
Lumbal tersusn atas lima vertebra yang masing – masing ruas dipisahkan oleh adanya discus intervertebralis, vertebra pada regio ini ditandai dengan korpusnya yang besar, laminya besar dan kuat korpusnya jika dilihat dari atas tampak seperti ginjal dan foramen vertebranya bervariasi mulai dari oval (VL1) samapi (VL5).
Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kalateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
 Gambar

b. Discus
Discus adalah bantalan sendi yang terletak diantara tulang sebagai pelindung untuk mengatasi beban kejut dan melindungi tulang dari pergesekan. Discus terletak diantara dua corpus vertebra, terdiri dari :
  • Nukleus pulposus
Bagian tengah diskus yang bersifat semi gelatin nukleus ini mengandung berkas – berkas serabut kolagen sel – sel jaringan penyambung dan sel – sel tulang rawan. Berfungsi Sebagai peredam benturan antara korpus vertebra yang berdekatan dan Pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh darah.
  • Anulus Fibrosus
Terdiri atas cincin – cincin fibrosa konsentrik yang mengelilingi nukleus pulposus. Befungsi memungkinkan gerakan anatar kopus bertebra (disebabkan oleh struktur spinal dan serabut – serabut untuk menopang nukleus pulposus meredam benturan
Kandungan air diskus ber < bersamaan dengan bertambah dengan bertambahnya usia (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada orang lanjut usia) serabut – serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi
 Gambar
c. Persendian dan ligament
Persendian adalah tempat pertemuan antara tulang yang satu dengan yang lainnya, persendian terdiri dari : 1) Synovial joints (joint capsule), 2) superior and inferior facet joint, 3) cartilaginous joints, 4) intervertebral disc and superior/inferior vertebral bodies. Masing – masing segmen memiliki mobilitas yang kecil, tetapi secara keseluruhan memungkinkan mobilitas yang besar.
Ligamentnya terdiri dari :
–          Supraspinosus ligament ( menempel pada processus spinosus)
–          Interspinosus ligament (terdapat diantara processus spinosu dan menghambat gerak fleksi dan rotasi)
–          Ligamnet flavum (menghubung antar lamina yang berdekatan serta memperkuat facet joint)
–          Longitudinal anterior ligament
–          Longitudianal posterior ligament
–          Intertransversum ligamen

c. Myologi (Otot)
Pada semua otot rangka dikenal dua perlengketan otot, yaitu origo dan insersio. Pada anggota badan origo terletak di proksimal pada tulang yang kurang bergerak dan tidak akan berggerak pada waktu otot berkontraksi.
Otot punggung bawah dikelompokkan kesesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan vertebrae lumbalis adalah : M. quadraus lumborum, M. sacrospinalis, M. intertransversarii dan M. interspinalis.
Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M. obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M. rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor.
Otot latero fleksi lumbalis adalah M. quadratus lumborum, M. psoas mayor dan minor, kelompok M. abdominis dan M. intertransversari.
Jadi dengan melihat fungsi otot di atas otot punggung di bawah berfungsi menggerakkan punggung bawah dan membantu mempertahankan posisi tubuh berdiri.
Pada penderita HNP lumbal, nyerinya menjalar hingga ke tungkai sehingga  berpengaruh juga pada otot – otot ekstremitas bawah yaitu : M. quadriceps femoris, M.hamstring dan M. gastrocnemius.

d. Persarafan
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas : 8 pasang saraf cervical, 15 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sacral, 1 pasang saraf cogsigeal.
Nervus ischiadicus terdiri atas nervus yang terpisah didalam satu selubung, yaitu nervus peroneus communis dan nervus tibialis.Nervus femoralis merupakan cabang yang terbesar dari fleksus lumbalis. Nervus ini berasal dari tiga bagian posterior fleksus, yang asalnya dari nervus lumbalis kedua, ketiga dan keempat, munculnya dari tepi lateral M. psoas tepat diatas ligamentum pouparti dan berjalan turun dibawah ligamentum ini memasuki trigonum femoral pada sisi lateral arteri femoralis.
 Gambar 

  1. Etiologi
Keadaan patologis dari melemahnya annulus merupakan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya herniasi. Banyak kasus bersangkutan dengan trauma sepele yang timbul dari tekanan yang berulang. Tetesan annulus atau titik lemah tidak ditemukan akibat dari tekanan normal yang berulang dari aktivitas biasa atau dari aktifitas fisik yang berat, faktor resiko timbulnya HNP : 1) faktor resiko yang tidak dapat diubah ; umur, jenis kelamin, Riawat cedera punggung atau HNP sebelumnya. 2) faktor resiko yang dapat diubah ; pekerjaan dan aktivitas, olahraga yang tidak teratur, berat badan berlebihan,  batuk lama dan berulang.
Beberapa faktor tampaknya mempengaruhi terjadinya hernia nukleus pulposus. Merokok merupakan faktor resiko dalam epidemiologi herniasi diskus limbal telah diketahui dapat menurunkan tekanan oksigen secara dramatis dalam discus yang avascular, kemungkinan akibat efek vasokontriksi dan efek reologik pada darah. Herniasi discus lumbal dapat disebabkan oleh batuk kronik dan tekanan lain pada discus. Sebagai contoh duduk tanpa penyangga lumbal menyebabkan peningkatan tekanan pada discus, dan mengemudi juga merupakan faktor resiko akibat resonasi 5Hz dari getaran kopling yang berasal dari jalanan sampai ketulang belakang. Seseorang yang mengemudi dengan jumlah signifikan memiliki masalah tulang belakang yang meningkat. Supir truk memiliki resiko tambahan masalah tulang belakang dari mengangkat selama bongkat muat, yang sayangnya dilakukan setelah mengemudi berkepanjangan.
Nyeri pada hernia discus sering dari pemakaian sehari – hari tulang belakang. Namun HNP juga dapat terjadi akibat cedera / trauma. Pada discus yang sehar, bila mendapat tekanan maka nukleus pulposus menyalurkan gaya tekan kesegala arah dengan sama besar. Penurunan kadar air nukleus mengurangi fungsinya sebagai bantalan, sehingga bila ada gaya tekan maka akan disalurkan ke annulus secara asimetris akibatnya bila terjadi cedera atau robekan pada annulus. Herniasi diskus dapat terjadi perlahan – lahan, berminggu – minggu atau berbulan – bulan hingga mencapai titik dimana seseorang merasa butuh pengobatan, atau nyeri dapat terjadi tiba – tiba akibat cara mengangkat yang tidak benar atau gerakan berputar yang memperparah kelemahan discus.
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5-S1 kemudian pada C5-C6 paling jarang terjadi pada daerah thoracal, sangat jarang terjadi pada anak – anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. HNP terjadi karena proses degenaratif discus intervertebralis.

  1. Patofisiologi
Nukleus pulposus terdiri dari jaringan penyambung longgar dan sel-sel kartilago yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Nukleus pulposus bergerak, cairan menjadi padat dan rata serta melebar di bawah tekanan dan menggelembungkan annulus fibrosus.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteri radikulasi berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi bila penjebolan di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya di tengah, maka tidak ada radiks yang terkena. Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali mengenai diskus intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus. Pada tahap awal, robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena gaya traumatik yang berkali-kali, berikutnya robekan itu menjadi lebih besar dan disamping itu timbul sobekan radikal. Kalau hal ini sudah terjadi, maka soal menjebolnya nukleus pulposus adalah soal waktu dan trauma berikutnya saja.
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan. Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002).
Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat.
Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya jarang terjadi. HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
Menjebolnya (hernia)nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis. Menjebolnya sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain”sub kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau siatika.
HNP terbagi atas beberapa tingkatan : 1) Hernia Nukleus Pulposus Sentral ; tanda dan gejala bila terjadi disentral HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan retensi urine. 2) Hernia Nukleus Pulposus Lateral ; rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah – tengah abtra pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan dan nyeri sepanjang bagian belakang ( laseque positif ).
Menurut lokasi penonjolan Nukleus Pulposus, terdapat 3 tipe HNP yaitu central, posterolateral dan lateral foraminal.
Beberapa grade HNP berdasarkan pemeriksaan MRI, yaitu : 1) Protuded intervertebra disc ;  penonjolan nukleus kesatu arah tanpa disertai ruptur dari annulus fibrosus. 2) Proalapsed intervertebra Disc ; nukleus pulposus berpindah tempat tapi belum keluar dari lingkungan annulus fibrosus. 3) Ekstrured intervertebra Disc ; sebagian dari nukleus pulposus keluar dari serat – serat annulus fibrosus. 4)  Sequestered intervertebrae Disc ; nukleus pulposus telah keluar menembus ligamentum longitudinale posterior.(Magee 1987)

  1. Tanda dan Gejala klinis
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya HNP Lumbal ialah : 1) Aliran darah ke diskus berkurang, 2) Beban yang berat, 3) Ligamentum longitudinalis post menyempit.
Tanda dan gejala klinis pada HNP lumbal ialah :
–          Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun) nyeri menjalar sesuai dengan distribusai saraf skhiatik
–          Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantra + menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ketungkai bawah
–          Nyeri bertambah hebat karna pencetus seperti gerakan – gerakan pinggang batuk atau mengedan, berdiri atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang bila di buat istirahat berbaring.
–          Penderita sering mengeluh kesemutan (parosthesia) atau baal bahkan kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persyaratan yang trlibat.
–          Nyeri bertambah bila ditekan daerah L5 S1 (garis antar dua krista liraka)
Dapat disipulkan, tanda gan gejala yang dialami oleh penderita HNP lumbal pada umumnya adalah :
  1. Nyeri menjalar ke tungkai
  1. Spasme otot – otot paravertebrae
  2. Keterbatasan LGS lumbal
  3. Mengganggu mobilitas spine
  4. Mempengaruhi pola jalan (gait) menjadi kaku dan susah payah

  1. Komplikasi & Prognosis
Jika penderita yang mengalami HNP tidak segera mendapatkan penanganan, maka akan mengakibatkan komplikasi seperti kiposis dan lordosis (Evelyn, 2002).
Kelainan nyeri punggung bawah HNP ini prognosisnya kurang baik karena kalau tidak ditangani secara cepat proses penyakitan akan berkepanjangan menjadi ischialgia, tetapi bila ditangani dengan baik pasien bisa sembuh.

  1. Problematika Fisioterapi
Problematika fisioterapi yang dihadapi oleh penderita HNP adalah berkaitan dengan impairment, fungtional limitation dan participation restriction.
Impairment adalah problematika yang menjadi penyebab tidak dapat dilakukannya gerak yang normal oleh pasien pada kondisi ini yang menjadi masalah impairment adalah (1) adanya nyeri punggung bawah dan menjalar sampai ke tungkai, (2) adanya penurunan kekuatan otot, (3) adanya keterbatasan LGS pada Trunk.
Fungtional Limitation atau keterbatasan dalah masalah aktifitas keseharian penderita HNP dapat berupa (1) nyeri saat berjalan, (2) nyeri pada saat aktifitas jongkok, (3) tidak bisa melakukan aktifitas yang berat seperti mengangkat dan lain sebagainya.
Participations restrictons adalah masalah yang banyak dijumpai dilingkungan sehari – hari yang berhubungan dengan pekerjaan dan hobby.

Teknologi Intervensi Fisioterapi
A. Short Wave Dhiatermy (SWD)
SWD merupakan modalitas fisioterapi yang berupa generator yang dapat memancarkan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak – balik frekuensi tinggi. Frekuensi SWD yang digunakan yaitu 13,66 MHz, 27, 12 MHz, dan 40,98 MHz. Panjang gelombang yang sesuai dengan frekuensi ini yaitu 22 m, 11 m, dan 7,5 m. Frekuensi yang sering digunakan untuk pengobatan adalah 27,12 MHz dan panjang gelombang 11 meter. Arus tersebut tidak menimbulkan aksi potensial terhadap serabut saraf motorik maupun sensorik, dengan kata lain tidak merangsang saraf motorik untuk berkontraksi (Sujatno, et.al. 1993).
Dosis untuk mengurangi nyeri pada kondisi akut digunakan intensitas rendah (sub mitis), waktu 10 menit dengan frekuensi terapi 2-3 kali sehari, sedangkan untuk kondisi kronis dosis yang digunakan dengan intensitas tinggi (normalis-fortis) waktu 10-20 menit, dengan frekuensi terapi 2-3 kali per minggu. SWD menghasilkan 2 medan yaitu : medan listrik dan medan megnet, maka dengan kedua medan tersebut, SWD dapat digunakan dengan intermitten dan continous.
1. Efek Fisiologis
Efek fisiologis dari Soft Wave Diathermy antara lain :
  • meningkatkan metabolisme sel – sel lokal.
  • meningkatkan elastisitas jaringan ikat dan otot, ligament dan tendon.
  • meningkatkan ambang rangsang (Sujatno,et.al. 1993).
2. Efek terapeutik
Efek terapeutik dari Short Weve Diathermy antara lain :
  • penyembuhan luka/trauma pada jaringan lunak, yaitu dengan meningkatkan proses reparasi jaringan secara fisiologis,
  • mengurangi nyeri,
  • pembuangan sisa metabolisme,
  • peningkatan elastisitas jaringan lunak, sehingga mengurangi proses kontraktur jaringan sebagai persiapan terapi latihan,
  • pembuangan sisa metabolisme,
  • meningkatkan sirkulasi darah.
3. Indikasi dan kontra indikasi
Indikasi dari SWD antara lain :
  • nyeri post trauma
  • penyakit degeneratif sendi
  • bursitis
  • spasme otot
  • perbaikan peradangan
  • kelainan pada saraf perifer.

Kontra indikasi dari SWD antara lain :
  • logam dalam tubuh
  • alat – alat elektrolis
  • gangguan peredaran darah atau pembuluh darah
  • bahan yang tidak menyerap keringat
  • jaringan dan organ yang mengandung banyak cairan,
  • gangguan sensibilitas,
  • wanita hamil
  • menstruasi
  • infeksi akut.
Pengaruh pemberian terapi Short Wave Diathermy (SWD) pada kasus ini untuk pengurangan nyeri. Mekanisme pengurangan nyeri sendiri didapatkan dari modulasi nyeri pada level sensoris akibat peningkatan metabolisme sebesar 13% tiap kenaikan suhu 10C. Akibatnya akan terjadi pembukaan sphincter pre kapiler yang meyebabkan vasodilatasi local dan diikuti peningkatan aliran darah kapiler sehingga pasokan nutrisi dan pembuangan zat – zat iritan penyebab nyeri akan meningkat dan semakin lancar. Rasa nyeri ditimbulkan oleh adanya akumulasi sisa – sisa hasil metabolisme yang disebut subtance “P” yang disebabkan karena kerusakan jaringan, subtance “P” akan membebaskan prostalglandin E1 (PG) yang diikuti pembebasan bradikinin subtance “P” pada receptive neuron yang akan meningkatkan permiabilitas pembuluh darah dengan lancarnya sirkulasi darah, maka zat “P” juga ikut terbuang, sehingga terjadi rileksasi otot dan nyeri akan berkurang (Mardiman, 2001).
Short Wave Diatermy (SWD) juga untuk mengurangi spasme. Mekanisme pengurangan spasme sendiri terdiri dari efek panas yang memberikan vasodilatasi pembuluh darah sehingga peredaran darah lancar dan meningkatkan suplai nutrisi. Akhirnya dapat memperbaiki peredaran darah kenaikan suhu jaringan dan memberikan relaksasi pada otot akibatnya spasme dapat berkurang (Michlovits, 1996).

B. Mc. Kenzi Exercise
Mc kenzi merupakan suatu bentuk latihan yang terdiri dari beberapa bentuk gerakan, tujuan diberikan latihan Mc kenzi adalah mengurangi nyeri punggung bawah(LBP) dan rileksasi serta penguluran otot – otot punggung.
Indikasi dari terapi latihan ini antara lain :
  1. Hipomobilitas reversible baik pola kapsular maupun non kapsuler
  2. Low Back Pain
  3. ischialgia
Kontra indikasinya antara lain :
  1. osteoporosis
  2. TBC tulang
  3. Hipomonilitas Irreversible misalnya angkylosing

Latihan Mc. Kenzi Exercise

Mc. Kenzi Exercise
Mc kenzi merupakan suatu bentuk latihan yang terdiri dari beberapa bentuk gerakan.
Tehnik latihan secara aktif yang di tujukan pada kasus – kasus LBP dengan gerakan badan ke belakang/ekstensi.

Tujuan : 
- Penguatan dan peregangan otot ekstensor dan fleksor sendi lumbosacralis. 
- Menekankan peran aktif pasien.
- Dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh spasme otot sehingga stuktur jaringan spesifik mengalami pemendekan. 
- Teori “bend finger syndrome” adanya kekuatan yang cukup untuk menimbulkan stress/perubahan posisi mobile segmentspasme dan hambatan gerak, dapat diatasi apabila stress/perubahan posisi mobile segment dapat dihilangkan.


Efek Terapeutik :
·         Mengurangi/menghilangkan limitasi ROM.
·     Memulihkan mobilitas dan fungsi lumbal dgn menghilangkan stress/mengembalikan posisi mobile segment ke posisi normal.
·         Rileksasi otot yg spasme dgn mengulur dan memperbaiki postur.

Kontraindikasi :
·         Malignant (primer/sekunder)
·         Infeksi
·         RA
·         Gout
·         Paget disease
·         VBI
·         Hipermobile 
·         Fraktur 
·         Dislokasi 
·         Ruptur ligament
·         Spondylolisthesis
·         Ankylosing spondylitis
·         Osteoporosis
·         Osteomalacia

Optimalisasi hasil :
·         Dimulai dari gerakan mudah, kemudian ditingkatkan sesuai dgn kemampuan.
·         Dilakukan secara perlahan, ritmis, terkontrol
·         Setiap jenis gerakan dilakukan sekitar 5-15x
·         Posisi terlentang dilakukan di matras yang agak keras
·         Pasien tidak boleh terlalu lelah
·         Informasikan fisioterapi apabila latihan menambah rasa sakit, jika perlu dihentikan

Gerakan Latihan : 

Latihan 1
Posisi pasien terlengkup, kepala menghadap salah satu sisi, pasien diminta untuk tarik nafas dan rileks selama 4-5 menit.


Latihan 2
Posisi telengkup, lipat siku, badan tertumpu pada siku, pandangan lurus ke depan, lalu pertahankan posisi selama 2-5 menit.
 

Latihan 3 
Posisi terlengkup, posisi tangan seperti push up, lalu gerakan tekan matras pinggang dan badan terangkat ke atas. Usahakan pelvis dan kedua lutut tetap menempel pada lantai, pertahankan selama 5 detik dengan 10 x repetisi.

   

Latihan 4
Posisi tengkurap, lipat kedua  siku, badan bertumpu pada kedua siku tersebut, pandangan lurus ke depan dengan kedua tungkai lurus, angkat kepala ±450, pasien diminta menggerakkan satu tungkai, kemudian secara bergantian.

   

Latihan 5
Posisi berdiri tegak, kaki agak terbuka, kedua tangan pada pinggang, jari terbuka ke belakang, lalu bungkukkan badan ke belakang sesuai kemampuan pasien.Pertahankan posisi selama 5 detik.